BAB I
PENDAHULUAN
Pembahasan mengenai Tauhid merupakan hal
yang paling urgen dalam Agama Islam, dimana Tauhid mengambil peranan penting
dalam membentuk pribadi-pribadi yang tangguh, selain juga sebagai inti atau
akar daripada ‘Aqidah Islamiyah. Kalimat Tauhid atau lebih dikanal dengan
kalimat Syahadat atau juga disebut Kalimah Thayyibah (Laailaahaillallah) begitu
masyhur di kalangan umat Islam. Dalam kesehariannya, seorang muslim melafalkan
kalimat tersebut dalam setiap shalat wajibnya yang lima waktu.
Namun rupanya saat ini pembahasan
masalah 'Aqidah menjadi sesuatu yang terkesampingkan dalam kehidupan,
kencenderungan masyarakat yang hedonis dengan persaingan hidup yang begitu
ketat, sehingga urusan-urusan dunia menjadi suatu hal yang menyita perhatian manusia
daripada hal-hal lainnya, termasuk masalah keberagamaan, sehingga kita dapatkan
banyak sekali penyimpangan demi penyimpangan yang terjadi di tengah-tengah umat
Islam, dengan keadaan yang semakin hari semakin buruk ini rupanya lambat laun
akan menyadarkan kita semua akan pentingnya peran agama Islam sebagai agama
paripurna yang tidak mengatur urusan ukhrawi saja, namun juga dalam mengatur
urusan-urusan duniawi, yang menjadikan 'aqidah sebagai landasan
berfikirnya.
Terlebih lagi bahwasanya pada akhir-akhir
ini kerap terjadi berbagai macam bencana alam. Salah satunya yang masih segar
dalam ingatan kita adalah terjadinya bencana banjir yang melanda berbagai
wilayah di negeri ini. Bila kita mau merenung sejenak pastilah terdapat hal-hal
positif yang bisa kita ambil dari adanya bencana tersebut. Tuhan berusaha
menyapa diri kita agar kita senantiasa selalu ingat pada Nya.
Diharapkan penulisan makalah ini dapat
menambah pengetahuan kita seputar Tauhid dan semoga akan menambah kualitas iman
dan takwa kita kepada Allah SWT.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Tauhid
Kata Tauhid
berasal dari bahasa Arab, masdar dari kata Wahhada,, yuwahhidu. Secara etimologis, tauhid berarti keesaan. Maksudnya, iktikad atau keyakinan bahwa
Allah SWT adalah esa; Tunggal; Satu. Pengertian ini sejalan dengan pengertian Tauhid yang digunakan dalam bahasa Indonesia, yaitu “keesaan
Allah”.[1]
Menurut Syekh Muhammad Abduh Tauhid
adalah suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah, sifat-sifat yang wajib
tetap pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan pada-Nya, dan tentang
sifat-sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan pada-Nya. Juga membahas tentang
rasul-rasul Allah, meyakinkan kerasulan mereka, apa yang boleh dihubungkan
(dinisbatkan) kepada mereka, dan apa yang terlarang menghubungkanya kepada diri
mereka.[2]
Husain Affandi al-Jasr mengatakan Tauhid
adalah suatu ilmu yang membahas hal-hal yang menetapkan akidah dengan
dalil-dalil yang meyakinkan.[3]
Prof. M. Thahir A. Muin memberikann
definisi bahwasanya Tauhid ialah ilmu yang menyelidiki dan membahas soal yang
wajib, mustahil, dan yang jaiz bagi Allah dan bagi sekalian utusan-utusan-Nya;
juga mengupas dalil-dalil yang mungkin cocok dengan akal pikiran sebagai alat
untuk membuktikan ada-Nya zat yang mewujudkan.[4]
Sedangkan dalam redaksi yang berbeda
Ibnu Khaldun mengatakan bahwa Tauhid adalah suatu Ilmu yang berisi
alasan-alasan dari akidah keimanan dengan dalil-dalil akliah dan berisi pula
alasan-alasan bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng akidah salaf dan
ahli sunnah.[5]
Disamping definisi-definisi di atas
masih banyak definisi lain yang dikemukakan oleh para tokoh. Nampaknya, belum
ada kesepakatan kata di antara mereka mengenai definisi ilmu tauhid ini.
meskipun demikian, apabila kita simak apa yang tersurat dan tersirat dari
definisi-definisi yang mereka berikan, masalah tauhid berkisar pada
persoalan-persoalan yang berhubungan dengan Allah, rasul atau nabi dan hal-hal
yang berkenaan dengan kehidupan manusia sesudah mati. Dengan kata lain, masalah
yang dibahas di dalam ilmu tauhid meliputi mabda
(persoalan yang berhubungan dengan Allah), wasitah (masalah yang berkaitan dengan perantara atau penghubung
antara manusia dengan Allah) dan ma’ad (hal-hal
yang berkenaan dengan hari yang akan datang atau kiamat).
B.
Manfaat
dan Tujuan Belajar Tauhid
Tauhid tidak hanya sekedar
diketahui dan dimiliki oleh seseorang, tetapi lebih dari itu, ia harus dihayati
denga baik dan benar. Apabila tauhid telah dimiliki, dimengerti dan dihayati
dengan baik dan benar kesadaran seseorang akan tugas dan kewajibannya sebagai
hamba Allah akan muncul dengan sendirinya. Hal ini nampak dalam pelaksanaan
ibadat, tinngkahh laku, sikap, perbuatan dan perkataannya sehari-hari.
Dengan demikian, kepercayaan atau
akidah merupakan pokok dan landasan berpikir bagi umat Islam. Alam pikiran
dilandasi akidah akan menimbulkan
cita-cita dan kemauan yang pada gilirannya
melahirkan aktifitas-aktifitas positif dalam kehidupan manusia yang bersangkutan.
Kalau tauhid Cuma diketahui, tapi
tidak dimiliki dan dihayati ia hanya menghasilkan keahlian dalam seluk beluk
ketuhanan namun tidak berpengaruh apa-apa terhadap seseorang tersebut. Dirinya
akan berada di luar ketauhidan yang sebenarnya; bahkan mungkin ia berada di
luar Islam seperti Prof. Snouck Hourgronje dan Carly. Keduanya ahli dalam soal
tauhid, tetapi tidak beriman kepada Allah SWT. Sebaliknya, jika seseorang hanya
memiliki jiwa tauhid, ia akan menjadi sangat fanatik; bahkan mungkin terlempar ke
luar dari ketauhidan yang sebenarnya.
Dengan demikian, maksud dan tujuan
tauhid bukanlah sekedar mengaku bbertauhid saja, tetapi lebih jauh dari itu,
sebab tauhid mengandung sifat-sifat sebagai berikut :
1. Sebagai
sumber dan motivator perbuatan kebajikan dan keutamaan.
2. Membimbing
manusia ke jalan yang benar, sekaligus mendorong mereka untuk mengerjakan
ibadat penuh keikhlasan.
3. Mengeluarkan
jiwa manusia dari kegelapan, kekacauan, dan kegoncangan hidup yang dapat
menyesatkan.
4. Mengantarkan umat manusia kepada kesempurnaan lahir dan
batin.[6]
Dengan demikian, tauhid sangat bermanfaat bagi kehidupan umat manusia. Ia
tidak hanya sekedar memberikan ketentraman batin dan menyelamatkan manusia dari
kesesatan dan kemusyrikan, tetapi juga berpengaruh besar terhadap pembentukan
sikap dan perilaku seseorang dalam kehidupan kesehariannya.
Apabila tauhid tertanam kua dalam jiwa
seseorang, ia akan menjadi suatu kekuatan batin yang tangguh. Kekuatan itu
akan mmelahirkan sikap positif dalam
realitas kehidupannya sehari-hari. Ia akan selalu optimis menghadapi masa
depan, tidak takut akan apapun dan siapapun kecuali kepada Tuhan, selalu senang
dan gembira sebab mereka dekat dengan Tuhan dan yakin Tuhan selalu bersamanya
dalam setiap hal, rajin melakukan ibadah dan perbuatan baik, dan sikap-sikap
positif lainnya tidak hanya bermanfaaat bagi dirinya sendiri, tetapi bahkan
bermanfaat pula untuk masyarakat dan lingkunngannya.[7]
C.
Tauhid
Sebagai Akidah dan Filsafah Hidup
Sebelum kita meninjau lebih dalam lagi
tentang tauhid sebagai dasar filsafah dalam hidup sebagai akidah tentunya,
terlebih dahulu hendaknya kita mengenal tauhid rububiyah. Apa itu Tauhid
Rububiyah?. Mengenai tauhid rububiyah ini firman Allah mengatakan :
"Allah yang Meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas Arasy. Dia Menundukkan matahari dan Bulan; masing-masing beredar menurut waktu yang telah ditentukan. Dia Mengatur urusan (makhluk-Nya), dan menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), agar kamu yakin akan pertemuan dengan Tuhanmu". (TQS. Ar-Ra'd)[8]
"Allah yang Meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas Arasy. Dia Menundukkan matahari dan Bulan; masing-masing beredar menurut waktu yang telah ditentukan. Dia Mengatur urusan (makhluk-Nya), dan menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), agar kamu yakin akan pertemuan dengan Tuhanmu". (TQS. Ar-Ra'd)[8]
Rububiyah adalah kata yang dinisbatkan
kepada salah satu nama Allah SWT, yaitu ‘Rabb’. Nama ini mempunyai beberapa
arti, antara lain: al-Murabbi (pemelihara), al-Nashir (penolong), al-Malik
(pemilik), al-Mushlih (yang memperbaiki), al-Sayyid (tuan) dan al-Wali (wali).
Dan dalam terminologi syariat Islam, istilah Tauhid Rububiyah berarti: “Percaya
bahwa hanya Allah-lah satu-satunya Pencipta, Pemilik, pengendali alam raya yang
dengan takdir-Nya Ia menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam dengan
sunnah-sunnah-Nya.”[9]
Ilmu tauhid secara garis besar adalah
ilmu yang mempelajari bagaimana bertauhid dengan baik dan benar sesuai dengan
petunjuk al-Quran dan hadist. Jalan yang paling aman dan dekat untuk mengennal
Tuhan adalah dengan memperhaikan dan meneliti alam semesta. Al-Qur’an selalu
mendorong manusia agar mau memperhatikan dan memikirkan apa yang ada dan
terjadi dalam alam raya ini, bukan saja alam yang berada di luar dirinya, tapi
juga apa yang ada dalam diri manusia itu sendiri. Di samping dorongan untuk
memperhatikan alam, al-Qur’an juga mendorong manusia agar menggunakan akalnya secara
maksimal untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan mengenal Tuhan dengan baik dan
benar.
Allah menginformasikan bahwa apa saja
yang berada dalam alam semesta ini adalah tanda keberadaan, kekuasaan dan
keagungan Allah SWT. Dalam surat al-Baqarah ayat 164 Allah berfirman yang
artinya :
“Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi, silih bergantinya siang dan malam, bahtera yang berlayar di
laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang diturunkan dari langit
berupa air, lalu dengan air itu Dia menghidupkan bumi sesudah mati (kering)nya
dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan dan pengisaran angin dan awan
yang dikendalikan antara langit dan bumi; sesungguhnya (terdapat) tanda-tanda
(keesaan dan kebesaran Allah) bagi orang-orang yang memikirkannya”.[10]
Meskipun akal mendapat kedudukan yang
tinggi dalam Islam dan al-Qur’an sangat mendorong manusia mempergunakan
akalnya, namun kemampuan akal itu terbatas. Dalam hal mengenal Tuhan, akal
manusia hanya sampai pada batas mengetahui bahwa zat Tuhan itu ada. Tapi apa,
siapa dan bagaimana zat Tuhan tersebut tidak mampu dijangkau oleh akal. Untuk
itu diperlukan wahyu yang menjelaskannya. Akal manusia tidak akan sampai pada
puncak keyakinan yang sebenarnya tanpa diantar oleh wahyu. Karena itulah,
Rasulullah SAW memerintahkan kaum muslimin memikirkan makhluk Allah, dan
melarang mereka memikirkan zat Allah sesungguhnya, seperti hadist nabi yang
artinya :
“Berpikirlah kamu tentang makhluk
(ciptaan) Allah dan janganlah kamu berpikir tentang zat Allah sebab kamu tidak
akan dapat mencapai hakikatnya”.
Dengan demikian, masalah bentuk dan
wujud Tuhan bukanlah lokasi pembicaraan rasio, tapi merupakan bagian dari rasa
keagamaan. Lokasi pembicaraan rasio
hanya terbatas pada alam semesta yang memang dapat dijangkau oleh rasio
tersebut. Kalau rasio manusia ditunnjukan kepada bentuk wujud Allah, ia akan
menemui jalan buntu. Bentuk dan wujud Tuhan bukan untuk dibicarakan, tapi untuk
dihayatti dan diimani.[11]
Kehidupan
manusia punya hubungan dan erat dan langsung dengan air. Materi ini merupakan
sumber kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Sepanjang sejarah, air
menjadi faktor penting dalam membentuk cara hidup manusia, pengembangan
teknologi, bahaa dan budaya. Di mana saja ada air, maka sudah pasti di sana ada
desa dan kota, bahkan sebagian peradaban besar manusia diberi nama sesuai
dengan sumber air, seperti Nil, Sindh, Tigris dan Furat. Ayat-ayat al-Quran dan
Hadis banyak menekankan pentingnya air sebagai sumber kehidupan manusia.
Allah Swt
dalam ayat ke-30 surat al-Anbiya berfirman, "... Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu
yang hidup …" Secara
transparan Allah dalam ayat ini menyebut air sebagai sumber kehidupan. Dari
ayat ini menurut penjelasan banyak riwayat dan tafsirnya dapat dipahami bahwa
air menjadi tiang dan pokok bagi penciptaan ilahi. Air adalah ibu bagi segala
fenomena alam. Dari ayat-ayat lain dengan jelas dapat dimengerti betapa Allah
menisbatkan air untuk segala bentuk kehidupan dan keberadaan. Artinya, tanpa
air kehidupan tidak akan bermakna.
Dalam
banyak kasus penciptaan alam, ayat-ayat al-Quran menjelaskan penciptaan
manusia, hewan, berkembangnya buah, rumput dan tanaman di dunia berasal dari
air. Tampaknya bila menyelami lebih jauh ayat-ayat al-Quran hanya satu yang
dapat disimpulkan bahwa air merupakan ciptaan Allah yang sangat bernilai
setelah manusia. Setiap kehidupan sumbernya pasti berasal dari air yang menjadi
nikmat dan anugerah Allah. Air memberikan kehidupan dan juga melindunginya.
Bahkan air mensucikan segalanya.
Bila
dicermati secara seksama, ayat-ayat al-Quran mengajak manusia agar meneliti
lebih dalam akan nilai materi sumber kehidupan ini. Allah Swt dalam surat
al-Waqi'ah ayat 68 berfirman, "Maka terangkanlah kepadaku tentang air
yang kamu minum." Fenomena ucapan tasbih dari makhluk Allah merupakan
satu hal penting yang dapat mengajak manusia memikirkan segala ciptaan-Nya.
Allah Swt berfirman, "Semua yang ada di langit dan di bumi bertasbih
kepada Allah." Apakah sampai saat ini kita pernah bertanya kepada diri
sendiri, apa makna dari tasbih dari makhluk ciptaan Allah ini? Makna dari
tasbih mereka adalah seluruh alam semesta, tanpa kecuali, memiliki pengetahuan,
pemahaman dan perasaan. Air juga demikian, bertasbih kepada Allah.
Profesor
Masaru Emoto, peneliti Jepang dengan publikasi hasil penelitiannya berhasil
membuktikan molekul air ternyata dapat dipengaruhi oleh pengertian-pengertian
yang dibuat manusia. Teorinya tentang pengaruh ini diakui oleh lembaga-lembaga
sains, fisika dan biologi. Profesor Emoto mengkaji banyak sampel dari air yang
membentuk kristal dan membandingkan satu dengan lainnya. Eksperimen yang
dilakukannya menggunakan sekitar 10 ribu sampel yang berhasil dikumpulkannya
dan dipublikasikan dalam tiga jilid buku dengan judul "The Messages from
Water". Ia percaya kondisi lingkungan mempengaruhi kombinasi molekul air.[12]
Sesuai
dengan apa yang ditulis Dr. Emoto dalam bukunya, air merupakan materi yang
paling mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Bukan hanya bentuk fisiknya
saja, tapi juga bentuk molekulnya dapat berubah sesuai dengan lingkungannya.
Energi yang dikeluarkan oleh manusia dari badannya, pikiran, musik bahkan doa
dapat mempengaruhi bentuk molekul air. Sebagai contoh, Masaru Emoto mengatakan
kepada air, "Aku menyukaimu", lalu membekukannya. Setelah itu ia
melihat molekul air tadi di bawah mikroskop, ternyata molekul air itu berbentuk
kristal heksagonal yang indah. Setelah itu ia mengatakan, "Aku tidak
menyukaimu", molekul air tidak berbentuk kristal, bahkan gambarnya buruk
sekali.[13]
Masaru
Emoto akhirnya memahami perbedaan struktur kristal air yang didapat dari pelbagai
sumber yang berbeda. Air dari sumber mata air atau yang mengalir memiliki
struktur kristal yang indah. Sementara air yang terdapat di kawasan padat dan
industri atau tergenang, struktur kristalnya tidak teratur. Oleh karenanya, air
yang tergenang jelek karena diamnya. Terlebih lagi keberadaan alam tidak
harmonis dengan diam dan ketergenangan. Emoto juga sampai pada kesimpulan bahwa
air yang baru diambil dari sumber atau dari pegunungan struktur molekulnya
sangat indah. Hal itu dikarenakan air tersebut belum terkontaminasi dengan
pemikiran negatif manusia.
Hasil
penelitan ilmuwan Jepang ini membuat kita teringat ayat al-Quran yang melarang
manusia berpikiran negatif. Dalam surat al-Hujurat ayat 13 Allah Swt berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa ...".
Penemuan
menarik lainnya terkait struktur molekul air adalah pengaruh doa terhadap air.
Profesor Emoto menyimpulkan bahwa doa membuat segala sesuatu menjadi indah dan
air termasuk di dalamnya. Dikatakannya, kalimat
"Bismillahirrahmanirrahim" yang ada dalam al-Quran dan sering
diucapkan oleh umat Islam dalam memulai pekerjaan dan makan memberikan pengaruh
yang indah dalam struktur molekul air. Ketika kita mengucapkan basmalah, akan
terjadi perubahan yang indah dan ajaib pada kristal air. Dengan mencermati hal
ini, memahami aturan Islam agar mengucapkan basmalah saat meminum air menjadi
sangat mudah.[14]
Apa yang
dilakukan oleh Masaru Emoto dalam penelitiannya pada hakikatnya harus mampu
mengubah cara pandang kita akan diri, lingkungan dan alam tempat kita tinggal.
Poin penting dan berharga dalam eksperimen yang dilakukannya adalah bentuk
molekul air yang tidak indah ternyata dapat kembali pada kondisi pertamanya
yang indah. Sekaitan dengan manusia, Islam juga menekankan bahwa dengan
bertaubat, manusia dapat kembali kepada Allah dalam keadaan yang indah. Taubat
dapat memusnahkan pengaruh keburukan dan juga dosa. Allah Swt dalam al-Quran
ayat 222 surat al-Baqarah berfirman, "... Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri."
Profesor
Emoto mengatakan, "Air punya pesan penting kepada manusia. Kepada kita air
berkata, pandanglah diri kita lebih dalam lagi." Air dapat memahami
kebaikan, keindahan dan keburukan. Air dapat merasakan doa dan sangat tersiksa
bila dicerca. Air bukan saja mampu membedakan perilaku baik dan buruk, tapi
juga dapat memilah pemikiran positif dari negatif. Air secara cerdas mampu
mereaksi segala sesuatu. Apakah kita juga seperti air mereaksi negatif
keburukan yang ada dalam diri kita, dan berusaha mempekuat dimensi kesucian dan
keindahan?
Ketika
kita menyebarkan energi positif kepada air yang berdampak reaksi positif air,
ternyata pengaruh positif itu kembali pada diri kita. Prinsip ini tidak hanya
berlaku pada air. Bila kita mengalirkan energi positif kepada alam dan mereka
menerima itu, pada saat yang sama kita juga akan merasakan manfaat positifnya.
Oleh karenanya, sejak sekarang kita dapat memulai dengan mengucapkan nama
pencipta alam semesta sebelum meminum air. Sebuah ucapan syukur atas nikmat
yang dianugerahkan Allah kepada kita. Mensyukuri nikmat yang berdampak positif
pada air yang akan kita minum pada gilirannya membuat kita melihat dunia dengan
pikiran positif. Tentu saja meminum air dengan cara ini lebih nikmat ketimbang
minum air seperti biasa saja.
BAB III
PENUTUP
Tuhan
menciptakan air sebelum menciptakan kehidupan. Karena dari airlah, Dia
menciptakan kehidupan. Ketika para ahli astrobiologi mencari kehidupan di
planet selain bumi, maka yang terlebih dahulu adalah eksistensi air di planet
tersebut. Karena diyakini, jika air dalam bentuk cair eksis di suatu planet,
maka kemungkinan kehidupan besar akan hadir.
Meskipun
air merupakan cikal bakal atau bahan dasar kehidupan, dia sendiri bukanlah
makhluk hidup. Dia bisa diciptakan melalui reaksi kimia di dalam laboratorium.
Sedangkan kehidupan tidak pernah terciptakan lewat proses laboratorium. Para
ahli biologi mempelajari kehidupan, namun mereka tidak pernah menciptakan
kehidupan.
Dan pada
akhirnya kita bisa merenung bahwasanya air itu memang sangat penting dalam
kehidupan. Kepentingannya terletak pada bagaimana kita menjaga dan
melestarikannya. Bukan mengeksploitasi untuk kepentingan pribadi dengan dasar
yang mengada-ada dan sama sekali tidak ilmiah. Kerena sekali lagi, Air adalah key of life.
DAFTAR PUSTAKA
Asmuni, Yusran., Ilmu Tauhid, PT. Raja Grafindo, Jakarta : 1993
Bakar, Usman., Tauhid dan Sains, Pustaka Hidayah, Bandung : 1994
Haryadi, Yoroshii dan Karni, Azaki., The Untrue Power of Water, Fakta dan Mitos
Temuan Masaru Emoto, PT. Mizan Publika, Jakarta : 2007
[1]
Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta: 1989. Hlm 907-908
[2]
Yusran Asmuni, Ilmu Tauhhid, PT. Grafindo Persada, Jakarta : 1993. Hlm.
1-2
[3]
Ibid
[4]
Ibid
[6]
Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, PT.
Grafido Persada, Jakarta: 1993. Hlm. 7
[7]Ibid.
[10]
Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, PT.
Grafido Persada, Jakarta: 1993. Hlm. 30
[11] Yusran
Asmuni, Ilmu Tauhid, PT. Grafido
Persada, Jakarta: 1993. Hlm. 31
[12]
Yoroshi H & Azaki K, The Power of
Water, Fakta dan Mitos Masaru Emoto, PT. Mizan Publika, Jakarta: 2007
[13]
Yoroshi H & Azaki K, The Power of
Water, Fakta dan Mitos Masaru Emoto, PT. Mizan Publika, Jakarta: 2007
[14]
Ibid.
like...
BalasHapus