I.
Bersamaan
dengan kecenderungan ke arah dekolonisasi dalam penulisan sejarah di Indonesia itu, di kalangan penulis-penulis
sejarah tentang Indonesia timbul gagasan untuk berpinda dari penulisan sejarah
yang “Europe centric” ke sejarah yang “Asia centric” .
II.
Keinginan
untuk adanya suatu sejarah indonesia yang ilmiah seperti dinyatakan dalam
Seminar Nasional 2 di Yogyakarta pada tahun 1970. Keinginan itu telah
memperluas ruang lingkup penulisan sejarah dengan masuknya penekatan-pendekatan
baru.Sekalipun gema dari seruan sejarah ilmiah itu kebanyakan masih terbatas
pada penulisan-penulisan skripsi dan tesis di perguruan-perguruan
tinggi,kiranya kesadaran baru tentang penulisan sejarah sudah mendapatkan
momentumnya.
III.
Dalam
dekade 1970-an ini ada usaha untuk menyelenggarakan suatu program sejarah lisan
yang dikelola oleh Arsip Nasional bekerja sama dengan para sejarawan dan
perguruan tingg. Jalan pertama yaitu permintaan untuk adanya sejarah
nasionalistik merupakan pembaharuan dalam tingkat teori sejarah,dan jalan kedua
adalah sejarah yang ilmiah merupakan pembaharuan dalam pendekatan metodologi
maka jalan ketiga yaitu sejarah lisan ialah pembaharuan dalamm metode.
IV.
Sejarah
yang semula bersifat cerita yang semata-mata diskriptif dan diakronik mulai
menuju ke arah tulisan yang analitis dan sikronis.Dengan demikian penulisan
sejarah mencoba memperluas dimensi-dimensi yang disoroti, sehingga sejarah
multi dimensial hampir-hampir tercatat dalam setiap tesis semua mahasiswa
sejarah.
V.
Sejarah
kuantitatif sama sekali belum mendapat perhatian dari penulis-penulis
sejarah,barangkali keterbatasan kebanyakan penulis sejarah dalam pengetahuan
statistik masih melangkakan kemajuan di bidang ini dipastikan sejarah lisan lebih
laku di pasaran,teknik ini dipakai semua cabang ilmu sosial,termasuk
jurnalistik.
VI.
Tradisi
lisan merupakan sumber sejarah yang
merekam masa lampau.namun kesejarahan tradisi lisan barulah terungkap sebagian
dari isi tradisi lisan itu, selain itu mengandung kejadian nilai-nilai moral,keagamaan,
adat-istiadat, cerita khayali, peribahasa, nyanyian, mantra.Tradisi lisan
dengan demikian menjadi sumber sumber penulisan bagi antropolog dan sejarawan.
VII.
Berbeda
dengan tradisi lisan,sejarah tidak di dapatkan tetapi dicari dengan
kesengajaan.teknik wawancara sudah lama dikenal, bahkan Herodetus pada abad
ke-5 sm,sejarah lisan sebagai teknik dan metode kemudian juga digunakan oleh
para penulis zaman Romawi,Pertengahan dan Modern.
VIII.
Pada
pertengahan pertama abad ke-19 sejarah lisan mendapat kritikan tajam dari
Leopold von Ranke yang mementingkan kesaksian dokunenter.Sejarah lisanpun terus
berjalan,di abad ke-20 sejarah lisan
memperoleh kembali kekuatanya setelah ada teknologi baru dalam perekaman suara
dengan munculnya pita tape. Dengan
ini pencatatan wawancara menjadi mudah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar