BAB I
PENDAHULUAN
Bank dalam
kehidupan masyarakat modern, adalah lembaga yang sulit untuk dihindari
keberadaannya, sehingga menimbulkan ketergantungan bagi masyarakat. Bank tidak
hanya berfungsi sebagai tempat menyimpan dana, tetapi juga sebagai perantara (finansial
intermediary) bagi mereka yang memiliki dana yang ditempatkan pada bank
serta mereka yang kekurangan dana, yang kemudian tumbuh menjadi agent of
development.
Diakui bahwa
lembaga perbankan memiliki peran vital dalam kehidupan masyarakat, namun tidak
semua golongan dapat menerima keberadaan lembaga perbankan yang sifatnya
konvensional. Keberatan tersebut bukan kepada banknya, tetapi kepada sistem
yang dipergunakan, yaitu penerapan sistem bunga. Keberatan terhadap sistem
bunga tersebut, dilakukan oleh sebagian kalangan muslim, dikarenakan mereka
berpendapat dan menyakini bahwa bunga dari setiap uang yang ditanamkan,
disimpan dan atau dipinjamkan tersebut adalah riba oleh karena itu menjadi
haram.
Berangkat dari
permasalahan diatas, kemudian para ahli agama dan ekonomi Islam, memunculkan
kembali konsep perbankan dengan sistem Islam, yaitu suatu sistem perbankan
dengan menggunakan sistem bagi hasil (mudharabbah), tidak dengan
sistem bunga. Sesungguhnya sistem bagi hasil ini bukaniah sesuatu yang baru,
namun dalam perjalanannya sempat terlupakan oleh para pelaku ekonomi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Berdirinya Bank Syariah di Indonesia
Keinginan umat
Islam Indonesia akan adanya bank beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip
syariat Islam sudah sejak lama digagas oleh para tokoh dan cendekiawan muslim
Indonesia. Gagasan mendirikan bank yang sejalan dengan prinsip-prinsip ekonomi
Islam tersebut sudah muncul sejak tahun 1930-an, bebarengan dengan timbulnya
reaksi dan kontroversi di kalangan ulama Indonesia mengenai hukum bungan bank
pada perbankan konfensional.
Pada tahun 1937
misalnya, ketika K.H. Mas Mansur, Ketua PB Muhammadiyah mengemukakan
pendapatnya tentang keharaman menggunakan jasa perbankan konvensional bagi umat
Islam, ia ketika itu memunnculkan gagasan mengenai pendirian bank Islam di
Indonesia[1]. Intensitas upaya
menggagas berdirinya bank syariah di Indonesia semakin meningkat lebih-lebih
setelah diadakanya konferensi negara-negara Islam di Kuala Lumpur Malaysia pada
tahun 1969, yang antara lain memutuskan supaya dibentuk bank syariah yang bebas
dari sistem riba dalam waktu secepat mungkin.
Upaya masyarakat
Islam untuk mendirikan bank syariah di Inndonesia baru mulai menemukan titik
terang pada saat pemerintah menerbitka serangkaian paket deregulasi bidang
ekonomi, khususnya sektor perbankan pada awal tahun 1980-an. Adapun paket
deregulasi dalam bidang perbankan yang diterbitkan pemerintah adalah paket
deregulasi 1 Juni 1983, yang isinya adalah memberikan kebebasan kepada setiap
bank untuk menentukan sendiri suku bunga simpanan dan pinjaman.
Dari sinilah mulai
munculnya peluang mendirikan bank syariah, karena dengan kebebasannya penentuan
besar bunga kepada masing-masing bank, maka secara implisit dapat dipahami
bahwa sesuatu bank dapat saja menetapkan bunga nol persen (0%) sekalipun, dan
hal ini memungkinkan beroperasinyabank tanpa bunga, yakni atas dasar bagi
hasil.[2]
Setelah sekian
lama para ulama dan cendekiawan muslim berusaha melakukan berbagai pendekatan,
pada tanggal 5 Juli 1990 barulah keinginan uma Islam untuk mendirikan bank
syariah mendapat respons positif dari pemerintah. Ketika itu dalam Rapat Kerja
dengan Komisi VII DPR RI, pemerintah menegaskan bahwa tidak ada halangan untuk
mendirikan atau mengoperasionalkan bank sesuai dengan prinsip syariah Islam
sepanjang pengoperasian bank tersebut memenuhi kriteria kesehatan bank sesuai
dengan ketentuan Bank Indonesia.[3]
Berlandaskan
penegasan pemerintah terrsebut, lalu pada bulan Agustus 1990 para ulama,
cendekiawan muslim dan praktisi perbankan menyusun suatu program untuk
mendirikan Bank Perkreditan Rakyat berlandaskan prinsip Syariah (BPR Syariah).
Sebagai langkah awal pada saat itu dietapkanlah tiga lokasi yang dianggap
potensial untuk didirikan BPR berprinsip syariah, yakni BPR Dana Mardhatillah,
BPR Berkah Amal Sejahtera dan BPR Amanah Rabbaniah, yang ketiganya berlokasi di
Bandung.
Selain BPR Islam
tersebut, setahun kemudian juga beroperasi Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang
merupakan bank umum. Pada tanggal 1 November 1991 sudah dilaksanakan
penandatanganan Akta Pendirian PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) di Hotel Sahid
Jaya Jakarta. Pada saat penandatangan akta tersebut sudah terkumpul komitmen
pembelian saham sebanyak Rp 84 miliar. Lalu paa tanggal 3 November 1991, dalam
acara silaturahmi dengan Presiden Soeharto di Istana Bogor, dapat dipenuhi
total komitmen modal sebesar Rp 116 miliar. Dana tersebut berasal dari presiden
dan wakil presiden serta para menteri kabinet pada saat itu.
Dengan demikian,
hingga tahun 1992 tersebut, di Indonesia sudah diberi dua jenis bank yang
sistem operasionalnya berdasarkan prinsip syariah, yaitu Bank Perkreditan
Rakyat Syariah (BPRS) dan Bank Muamalat Indonesia (BMI) sebagai bank umum.
Setelah berdiri
dua jenis bank beroperasi berdasarkan prinsip syariah tersebut lalu disahkan
Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dan sekaligus mengganti
undang-undang yang sebelumnya yakni Undang-Undang No. 14 Tahun 19967 tentang
Pokok-Pokok perbankan. Selanjutnya pada tahun 1998 disahkanlah UU No. 10 Tahun
1998 tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan. Dalam UU
tersebut beberapa perubahan yang tidak saja semakin mempertegas eksistensi dan
legitimasi bank syariah, sekaligus juga memberikan peluang yang lebih besar
bagi pengembangan perbangkan syariah itu sendiri di indonesia.
Sejak berlakunya
UU No. 10 Tahun 1998, pertumbuhan dan perkembangan bank syariah di Indonesia mengalami
peningkatan yang sangat signifikan dari tahun ke tahun, baik dari jumlah
kelembagaanya maupun dari segi asetnya.[4]
B.
Sistem Operasional Bank Syariah
Penghimpunan dana
di bank syariah dapat berbentuk giro, tabuangan dan deposito. Prinsip
operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah
prinsip wadiah dan mudharabah.
1.
Prinsip Wadiah
Prinsip wadiah
yang diterapkan adalah wadiah yad dhamanah yang diterapkan pada produk rekening
giro. Wadiah dhamanah berbeda dengan wadiah amanah. Dalam wadiah dhamanah, pada
prinsipnya harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi. Sedangkan
dalam hal Wadiah dhamanah, pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas
keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut.
Karena wadiah yang
diterapkan dalam produk giro perbankan ini juga disifati dengan yad dhamanah,
maka implikasi hukumnya sama dengan qardh, dimana nasabah bertindak sebagai
yang meminjamkan uang, dan bank bertindak sebagai yang dipinjami.
Ketentuan umum
dari produk ini adalah:
Keuntungan atau
kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung bank, sedang
pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Bank
dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif untuk
menarik dana masyarakat namun tidak boleh diperjanjikan dimuka.
Bank harus membuat
akad pembukaan rekening yang isinya mencakup izin penyaluran dana yang disimpan
dan persyaratan lain yang disepakati selama tidak bertentangan dengan prinsip
syariah. Khusus bagi pemilik rekening giro, bank dapat memberikan buku cek,
bilyet giro, dan debit card.
Terhadap pembukuan
rekening ini bank dapat mengenakan pengganti biaya administrasi untuk sekedar
menutupi biaya yang benar-benar terjadi.
Ketentuan-ketentuan
lain yang berkaitan dengan rekening giro dan tabungan tetap berlaku selama
tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
2.
Prinsip Mudharabah
Dalam
mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai
shahibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib (pengelola). Dana
tersebut digunakan seperti yang telah dijelaskan terdahulu. Dapat pula dana
tersebut digunakan bank untuk melakukan pembiayaan mudharabah. Hasil usaha ini
akan dibagi hasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati. Dalam hal bank
menggunakannya untuk melakukan pembiayaan mudharabah, maka bank bertanggung
jawab penuh atas kerugian yang terjadi. Rukun mudharabah terpenuhi sempurna
(ada mudharib – ada pemilik dana, ada usaha yang akan dibagi hasilkan, ada
nisbah, ada ijab kabul). Prinsip mudharabah ini diaplikasikan pada produk
tabungan berjangka dan deposito berjangka.
Berdasarkan
kewenangan yang diberikan pihak penyimpan dana, prinsip mudharabah terbagi tiga
yaitu:
a.
Mudaharabah
Mutlaqah
Penerapan
mudharabah mutlaqah dapat berupa tabungan dan deposito sehingga terdapat dua
jenis penghimpunan dana yaitu: tabungan mudharabah dan deposito mudharabah.
Berdasrkan prinsip ini tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana
yang dihimpun.
b.
Mudharabah Muqqayyadah on balance Sheet
Jenis mudharabbah
ini merupakan simpanan khusus (restriced investment) dimana pemilik dana dapat
menetapkan syarat – syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank. Misalnya
diisyarakatkan digunakan untuk bisnis tertentu atau diisyarkatkan untuk nasabah
tertentu. Perhitungan bagi hasil Mudharabah Muqqayyadah on balance Sheet adalah
seluruh nasabah kepada bank tanpa ada pembatasan tertentu pada pelaksana usaha
yang dibiayai maupun akad yang digunakan. Nasabah investor memberikan kebebasan
secara mutlak kepada bank syariah untuk mengatur seluruh aliran dana, termasuk
memutuskan jenis akad dan pelaksana usaha di seluruh sektor.
c.
Mudharabah Muqqayyadah off Balance Sheet
Jenis muddarabah
ini merupakan penyaluran dana mudharabah langusung kepada pelaksana usahanya,
dimana bank bertindak sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan antara
pemilik dana dengan pelaksana usaha. Dalam skema ini bank syariah bertindak
sebagai arranger saja. Pencatatan transaksinya di bank syariah secara off
balance sheet. Bagi hasilnya hanya melibatkan nasabah investor dan pelaksana
usaha saja. Besar bagi hasil tergantung kesepakatan antara nsabah investor dan
pelaksana usaha bank hanya memperoleh arrengger fee.
3.
Akad Pelangkap
Untuk mempermudah
pelaksanaan penghimpunan dana. Biasanya diperlukan juga akad pelengkap. Akad
pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun ditujukan untuk
mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari
keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti
biaya ini sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul.
Tampaklah jelas bahwa keberadaan lembaga
keuangan dalamIslam adalah vital karena kegiatan bisnis dari roda ekonomi tidak
akan berjalan tanpanya.
Untuk mendapatkan persepsi yang jelas
tentang konsep Islam alam Lembaga Keuangan, khususnya Bank, berikut ini adalah
uraian tentang prinsip operasional dan produk perbankan Islam.
Prinsip
Operasional
Bank Islam dalam menjalankan usahanya
minimal mempunyai 5 prisip operasioanl yang terdiri dari (1) sistem simpanan,
(2) bagi hasi, (3) margin keuangan, (4) sewa, (5) fee.[5]
1. Prinsip Simpanan Murni
Prinsip Simpanan Murni merupakan fasilitas
yang diberikanoleh Bank Islam untuk memberikan kesempatab kepada pihak yang
kelebihan dana untuk menyimpan dananya dalam bentuk al
Wadi’ah. Fasilitas al Wadiah biasa diberikan untuk tujuan
keamanan dan pemindahbukuan dan bukan untuk tujuan investasi guna mendapatkan
keuntungan seperti halnya tabungan dan deposito. Dalam dunia perbankan
konvensional al Wadiah identik dengan giro.
2. Bagi Hasil
Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi
tatacara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelolaan dana.
Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana,
maupun antara bank dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk berdsarkan
prinsip ini adalah mudharabah dan musyarakah. Lebih jauh
prinsip mudharabah dapat dipergunakan sebagai dasar, baik untuk produk
pendanaan (tabungan dan deposito) maupun pembiayaan,
manakala musyarakah hanya untuk pembiayaan.
3. Prinsip Jula Beli dan Margin Keuntungan
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang
menerapkan tat cara jualbeli, dimana bank akan membeli erlebih dahulu barang
yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebgai agen bank melakukan pembelian
barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah
dengan harga sejumlah harga beli ditambah dengan keuntungan (margin/ mark-up).
4. Prinsip Sewa
Prisip ini secara garis besar terbagi kepada
2 jenis;
·
Ijarah, sewa murni, seperti halnya penyewaan
traktor dan alatalat lainnya (operating lease).
·
Bai al Takjiri, sewa beli, di mana si penyewa
mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa (finance lease).
5. Prinsip Fee (Jasa)
Prinsip ini meliputi seluruh layanan
nonpembiayaan yang diberikan bank. Bentuk prosuk yang berdasarkan prinsip ini
antara lain Bank Garansi, Kliring, Inkaso, Jasa Transfer dan lain-lain.
C.
Pengembangan Bank Syariat di Tanah Air
Salah satu batasan Bank Indonesia bagi
bank-bank yang baru berdiri adalah tidak dapat membuka cabang selama dua tahun
pertama. Jika setelah dua tahun, bank dalam keadaan sehat barulah dapat
diizinkan membuka cabang.[6]
Batasan ini pula berlaku bagi bank syariat,
padahal konsep bank syariat ini harus secepatnya dimasyarakatkan, disamping
masyarakat sendiri menantinya. Salah satu cara mengatasinya adalah denganmendirikan
BPR-BPR Syariat.
Inilah satu peran penting Bank Syariat
menjadikan masyarakat Indonesia lebih bank minded atau tepatnya
lebih Islamic Bank Minded. Pada tahap praoperasi, Bank Muamalat dalam
memberikan bantuan teknis berupa legalitas usaha, sistem operasi, pelatihan,
organisasi, dan saran. Pada tahap operasi, Bank Syariat dapat memberikan
bantuan teknis berupa adanya Bank Syariat Desk yang berfungsi sebagai Liason
Officer, pendamping manajemen BPR Syariat, dan pelaksana harian impelmentasi sistem
operasi BPR Syariat, pengelolaan dan pengawas portofolio Bank
Syariat, advisory on business planning and control untuk Bank
Syariat, melakukan penelitian dan pengembangan usaha pada daerahyang
bersangkutan untuk kepentingan BPR Syariat dan Bank Syariat.[7]
BAB III
KESIMPULAN
Berbicara
mengenai bisnis dan ekonomi dalam Islam, Islam memandang bahwa bumi dan segala
isinya merupakan amanah dari Allah swt. Kepada manusia sebagai khalifah di bumi
ini, untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan umat manusia. Untuk
mencapai tujuan yang suci ini Allah tidak meninggalkan manusia sendirian tetapi
diberikan petunjuknya melalui para Rasul-Nya. Dalam petunjuk ini Allah berikan
segala sesuatu yang dibutuhkan manusia, baik akidah ahlak maupun syariat.
Dua komponen yang pertama akidah dan ahlak sifatnya konstan dan tak mengalami
perubahan dengan berbedanya waktu dan tempat. Adapun komponen yang terakhir
syariat senantiasa diubah sesuai kebutuhan dan taraf peradaban umat, dimana
seorabg Rasul diutus. Melihat kenyataan ini syariat Islam sebagai suatu syariat
yang dibaw oleh Rasul terakhir punya keunikan tersendiri, ia bukan saja
komprehensif tetapi juga universal. Komprehensif berarti ia merangkum seluruh
aspek kehidupan baik ritual (ibadah) maupun sosial (muamalah). Universal
bermakna ia dpat diterpkan dalam setiap waktu dan tempat sampai hari akhir
nanti Sifat-sifat istimewa ini mutlak diperlukan sebab tidak ada syariat lain
yang datang untuk menyempurnakannya.
Bank
Islam dalam menjalankan usahanya minimal mempunyai 5 prisip operasioanl yang
terdiri dari (1) sistem simpanan, (2) bagi hasi, (3) margin keuangan, (4) sewa,
(5) fee. produk perbankan Islam dalam jaman modern sekarang ini
terbagi menjadi dua yakni
1.
Produk Pengerahan Dana : a. Giro Wadi’ah; b. Tabungan Mudharabah;
c. Deposito Investasi Mudharabah; d. Tabungan haji Mudharabah;
e. Tabungan Kurban
2. Produk
Penyaluran Dana : a. Mudharabah; b. Murabahah; c. Bai
Bitsaman ’Ajil; d. Al Qardhul Hasan
3.
Perkembangan Bank Syariat pada masa sekarang belum berkembang pesat karena
masih terdapat beberapa kendala yakni orang Islam yang masih lebih suka
menabung di bank konvensional daripada bank Islam, masalah sulitnya perijinan
pendirian Bank Syariat oleh Bank Indonesia, dll.
DAFTAR PUSTAKA
Basir, Cik. 2009. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah. Jakarta:
Prenada Media Group.
Antonio,
Muhammad Syafii. 1997. Bisnis dan
Perbankan Dalam Perspektif Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan
Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
Ali
Fikri. 1997. Karakteristik-Karakteristik Umum Ajaran Islam Dalam Mustafa
Kamal (ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi UI.
[1] Cik
Basir. 2009. Penyelesaian Sengketa
Perbankan Syariah. Jakarta: Prenada Media Group. Hlm. 21
[2] Ibid. 30
[3]Cik
Basir. 2009. Penyelesaian Sengketa
Perbankan Syariah. Jakarta: Prenada Media Group. Hlm. 31
[4] Ibid. 35
[5] Muhammad
Syafi’i Antonio. 1997. Bisnis dan
Perbankan Dalam Perspektif Islam Dalam Mustafa Kamal (ED) Wawasan Islam dan
Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
[6] Ali Fikri.
1997. Karakteristik-Karakteristik Umum Ajaran Islam Dalam Mustafa Kamal
(ED) Wawasan Islam dan Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
[7] Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar