Rabu, 20 Maret 2013

Motivasi Hidup dalam Psikologi Islam


BAB I
PENDAHULUAN


Motivasi merupakan keinginan, hasrat motor penggerak dalam diri manusia, motivasi berhubungan dengan faktor psikologi manusia yang mencerminkan antara sikap, kebutuhan, dan kepuasan yang terjadi pada diri manusia sedangkan daya dorong yang diluar diri seseorang ditimbulkan oleh pimpinan. Motivasi mempersoalkan bagaimana cara mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerjasama secara produktif sehingga dapat mencapai dan mewujudkan tujuan perusahaan yang telah ditentukan.
motivasi karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung prilaku manusia supaya mau bekerja sama secara giat sehingga mencapai hasil yang optimal. Suatu perusahaan dapat berkembang dengan baik dan mampu mencapai tujuannya, karena didasari oleh motivasi.
Kesuksesan adalah impian setiap orang. Untuk mencapai kesuksesan tersebut, pasti diperlukan suatu motivasi untuk sukses yang kuat. Motivasi sukses yang kuat bisa kita ambil dari kisah kesuksesan orang lain. Dengan kisah-kisah sukses seseorang, maka kita bisa mengambil pelajaran dan motivasi penting yang dapat kita aplikasikan dalam kehidupan kita.
Dengan membaca dan mengambil hikmah dari kisah sukses dan inspiratif orang lain, maka kita tidak akan kesulitan dalam membangun dan menanamkan motivasi untuk sukses yang kuat dalam diri kita.




BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Motivasi
Motivasi (motivation) adalah keseluruhan dorongan, keinginan, kebutuhan dan daya yang mengarahkan perilaku. Motivasi juga diartikan satu variabel penyelang yang digunakan untuk menimbulkan faktor-faktor tertentu dalam organisme, yang membangkitkan, mengelola, mempertahankan dan menyalurkan tingkah laku menuju sasaran. Dalam diri seseorang motivasi berfungsi sebagai pendorong kemampuan, usaha keinginan menentukan arah dan menyeleksi tingkah laku.[1]
Sedangkan Winkel menyatakan bahwa motivasi adalah motif yang sudah menjadi aktif pada saat tertentu. Sedangkan maksud dari motif adalah daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan kegiatan tertentu demi mencapai suatu tujuan tertentu.
Sementara menurut Sarlino Wiraman Sarwono, motif berarti rangsangan, dorongan atau pembangkit tenaga bagi terjadinya tingkah laku. Sedangkan motivasi merupakan istilah yang lebih umum, yang menunjuk pada seluruh proses gerakan termasuk di dalamnya situasi yang menunjuk pada mendorong timbulnya tindakan atau tingkah laku individu.[2]
Selanjutnya, M. Ngalim Purwanto mengemukakan bahwa motivasi adalah pendorong suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia menjadi tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mecapai hasil atau tujuan tertentu.
Kemudian menurut M. Utsman Najati mengemukakan bahwasanya motivasi adalah kekuatan penggerak yang membangkitkan aktivitas pada makhluk hidup, dan menimbulkan tingkah laku serta mengarahkannya menuju tujuan tertentu.[3]
Seberapapun perbedaan para ahli dalam mendefinisikan motivasi, namun dapat dipahami bahwa motivasi merupakan akumulasi daya dan kekuatan yang ada dalam diri seseorang untuk mendorong, merangsang, menggerakan, membangkitkan dan memberi harapan pada tingkah laku. Motivasi menjadi pengarah dan pembimbing tujuan hidup seseorang, sehingga ia mampu mengatasi inferioritas yang benar-benar dirasakan dan mencapai superioritas yang lebih baik. Makin tinggi motivasi hidup seseorang maka makin tinggi pula intensitas tingkah lakunya, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

B.     Teori-teori Motivasi
1.      Teori Hedonisme
Hedonisme adalah bahasa Yunani yang berarti kesukaan, kesenangan, atau kenikmatan. Hedonisme adalah suatu aliran di dalam filsafat yang memandang bahwa tujuan hidup yang utama pada manusia adalah mencari kesenangan yang bersifat duniawi. Pada abad ketujuh belas, Hobbbes menyatakan bahwa apa pun alasannya yang diberikan seseorang untuk perilakunya, sebab-sebab terpendam dari semua perilaku itu adalah kecenderungan untuk mencari kesenangan dan menghindari kesusahan.
Implikasi dari teori ini adalah adanya anggapan, bahwa semua orang cenderung menghindari menghindari hal-hal yang menyulitkan dan lebih menyukai melakukan perbuatan yang mendatangkan kesenangan.
2.      Teori Naluri
Teori naluri ini merupakan bagian terpenting dari pandangan mekanisme terhadap manusia. Naluri merupakan suatu kekuatan biologis bawaan, yang memengaruhi anggota tubuh untuk berlaku dengan cara tertentu dalam keadaan tepat.
Menurut teori naluri, seseorang tidak memilih tujuan dan perbuatan, akan tetapi dikuasai oleh kekuatan-kekuatan bawaan, yang menentukan tujuan dan perbuatan yang akan dilakukan. Freud juga percaya bahwa dalam diri manusia ada sesuatu yang tanpa disadari menentukan setiap sikap dan perilaku manusia.
3. Teori Reaksi yang Dipelajari
Teori ini berbeda pandangan dengan tindakan atau perilaku manusia yang berdasarkan pola dan tingkah laku yang dipelajari dari kebudayaan di tempat orang itu hidup. Orang belajar paling banyak dari lingkungan kebudayaan ditempat ia hidup dan dibesarkan.
Oleh karena itu, teori ini disebut juga teori lingkungan kebudayaan. Menurut teori ini, apabila seorang pemimpin atau seorang pendidik akan memotivasi anak buah atau anak didiknya, pemimpin atau pendidik itu hendaknya mengetahui benar-benar latar belakang kehidupan dan kebudayaan orang-orang yang dipimpinnya.
4.      Drive Theory
Teori ini merupakan perpaduan antara “Teori Naluri” dengan “Teori Reaksi yang dipelajari”. Daya pendorong adalah semacam naluri, tetapi hanya sesuatu dorongan kekuatan yang luas terhadap suatu arah yang umum.
Misalnya, suatu daya pendorong pada lawan jenis. Semua orang dalam semua kebudayaan mempunyai daya pendorong pada lawan jenis. Namun, cara-cara yang digunakan berlain-lain bagi tiap individu, menurut latar belakang dan kebudayaan masing-masing.
5.      Teori Arousal
Teori ini dikemukakan oleh Elizabeth Duffy. Menurutnya, organisasi tidak selalu berusaha menghilangkan ketegangan tetapi justru tidak sebaliknya, dimana organisme berusaha meningkatkan ketegangan dalam dirinya. Homeastatik adalah ketegangan optimum yang sifatnya subjektik.
6.      Teori Atribusi
Perilaku seseorang ditentukan oleh bagaimana ia menafsirkan atau berusaha mengerti apa yang melatarbelakangi peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Teori ini merupakan teori yang dikemukakan oleh kelompok teori kognitif yang berusaha menggambarkan secara sistematik penjelasan-penjelasan perihal kenapa seseorang berhasil atau gagal dalam suatu aktifitas.
Atribusi ialah suatu hal atau keadaan yang dikaitkan dengan (dijadikan alasan terhadap) kesuksesan atau kegagalan dalam suatu aktivitas. Misalnya guru yang tidak enak mengajar, kesehatan yang tidak optimal, pelajaran tidak menarik, ketidakberuntungan, kurang asaha, kurangnya kemampuan pekerjaan terlalu sulit, salah strategi dan lain-lain.
7.      Teori Kebutuhan
Manusia adalah makhluk rasional yang akan mengalami proses kognitif sebelum terjadi respons. Perilaku manusia dipengaruhi oleh actualizing tendency, yaitu kecenderungan inheren manusia untuk mengembangkan diri.
Kecenderungan itu dipengaruhi oleh tingkat dan kriteria kebutuhannya teori ini beranggapan, bahwa tindakan yang dilakukan oleh manusia pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan psikis.[4]

C.    Bentuk-Bentuk Motivasi
Melalui pendekatan empiris, para psikolog kontemporer telah merumuskan motivasi kehidupan manusia. Sigmund Freud dari Psikoanalisa menyatakan bahwa sebuah tingkah laku digerakan dan dimotivasi oleh sebuah energi yang dibawa sejak lahir. Bagi Freud, energi yang menggerakan tingkah laku adalah libido. Libido merupakan bentuk energi yang dipakai oleh insting-insting hidup untuk menjalankan tugasnya. Instng hidup yang paling ditekankan ole h Freud adalah seks yang bertempat di dalam id.[5]
Menurut Chaplin, motivasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu phsicological drive dan social motives. Phsiological drive ialah dorongan-dorongan yang bersifat fisik, seperti lapar, haus, seks, dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan social motives ialah dorongan-dorongan yang berhubungan dengan orang lain, seperti estesis, dorongan untuk selalu berbuat baik, dan etnis. Lindzy G. Hall, memasukan kebutuhan berkelompok, kebutuhan terhadap penghormatan, kebutuhan akan sesuatu yang dicintai masuk kedalam social motives.
Sedangkan Woodworth dan Marquis menggolongkan motivasi menjadi tiga macam, yaitu:
a.      Kebutuhan-kebutuhan organis, yaitu motivasi yang berkaitan dengan kebutuhan dengan dalam, seperti: makan, minum, kebutuhan bergerak dan istirahat/tidur dan sebagainya.
b.      Motivasi darurat, yang mencakup dorongan untuk menyelamatkan diri, dorongan untuk membalas, dorongan untuk berusaha, dorongan untuk mengejar dan lain sebagainya. Motivasi ini timbul jika situasi menuntut timbulnya kegiatan yang cepat dan kua dari diri manusia.
c.       Motivasi objektif, yaitu motivasi yang diarahkan kepada objek atau tujuan tertentu di sekitar kita, motif ini mencakup; kebutuhan untuk eksplorasi, manipulasi, menaruh minat. Motivasi ini timbul karena dorongan untuk mengahdapi dunia secara efektif.
Selain dari tokoh diatas, ada beberapa psikolog ada yang membagi motivasi menjadi dua, yaitu:
1.      Motivasi Intrinsik, ialah motivasi yang berasal dari diri seseorang itu sendiri tanpa diransang dari luar. Misalnya; rang yang gemar membaca, tidak usah ada yang mendorong, ia akan mencari sendiri buku-bukunya untuk membaca. Motif intrinsik juga diartikan sebagai motivasi yang pendorongnya ada kaitan langsung dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam tujuan pekerjaan sendiri. Misalnya, seorang mahasiswa tekun mempelajari mata kuliah psikologi karena ia ingin sekali menguasai mata kuliah itu.
2.      Motivasi Ekstrinsik, yaitu motivasi yang datang karena adanya perangsangan dari luar, seperti: seorang mahasiswa yang rajin belajar karena akan ada ujian. Motivasi ekstrinsik ini juga dapat diartikan sebagai  motivasi yang pendorongnya tidak ada hubunganya dengan nilai yang  terkandung dalam tujuan pekerjaannya. Seperti seorang mahasiswa yang mau mengerjakan tugas dikarenakan takut pada dosen.[6]
Dalam psikologi islam, pembahsan motivasi pembahasan motivasi hidup tidak terlepas dari tahapan kehidupan manusia. Secara garis besar, kehidupan manusia terbagi menjadi tiga tahap:
Pertama, tahapan pra kehidupan dunia, yang disebut dengan alam perjanjian atau alam alastu. Pada alam ini terdapat rencana dan design Tuhan yang memotiasi kehidupan manusia di dunia. Isi motivasi yang dimaksud adalah amanah yang berkenaan dengan tugas dan peran kehidupan manusia didunia.
Kedua, tahapan kehidupan dunia, untuk aktualisasi dan realisasi dari tahap amanah yang telah diberikan pada alam pra-kehidupan dunia. Pada alam ini, realisasi atau aktualisasi diri manusia termotivasi oleh pemenuhan amanah. Kualitas hidup seseorang akan sangat tergantung pada kualitas pemenuhan amanah.
Ketiga, tahapan alam pasca kehidupan dunia, yang disebut dengan hari penghabisan (yaumul al-akhirah) atau hari pembalasan (yaumul din) atau hari penegakan keadilan (yaum al-qiyamah). Pada kehidupan ini, manusia diminta oleh Allah SWT. untuk mempertanggung jawabkan semua aktifitasnya, apakah aktifitas yang dilakukan sesuai dengan amanah atau tidak? Jika sesuai maka ia akan mendapatkan surga (puncak kenikmatan psikofisik manusia), jika tidak maka ia  mendapatkan neraka (puncak  kesnegsaraan psikofisik manusia)[7]
Dengan demikian tampak jelas bahwa motivasi hidup manusia hanyalah realisasi atau aktualisasi amanah Allah SWT. semata. Menurut Fazlur Rahman, amanah merupakan inti kodrat manusia yang diberikan sejak awal penciptaan, tanpa amanah manusia tidak memiliki keunikan dengan makhluk-makhluk lain.
Seperti Firman Allah dalam Al Qur’an Surat al-Ahzab ayat 72 yang artinya :
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikulah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.”
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dipahami bahwa amanah adalah titipan atau kepercayaan Allah yang dibebankan kepada manusia untuk menjadi hamba dan khlifah di muka bumi. Tugas hamba adalah menyembah dan berbakti kepada penciptanya (QS. Al-Zariyah ).[8]

D.    Pandangan Islam
Dalam al-Qur’an ditemukan beberapa statement baik secara eksplisit maupun implisit menunjukan beberapa dorongan yang memepengaruhi manusia. Dorongan-dorongan dimaksud dapat berbentuk iinstingtif dalam bentuk dorongan naluriah, maupun dorongan terhadap hal-hal yang memberikan kenikmatan.
Dalam al-Qur’an Surat ar-Rum ayat 30 yang artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetapkan atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah)agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Pada ayat tersebut menekankan sebuah motif bawaan dalam wujud fitrah, sebuah potensi dasar. Potensi dasar yang memiliki makna bawaan, mengandung arti bahwa sejak diciptakan manusia memiliki sifat bawaan yang menjadi pendorong untuk melakukan berbagai macam bentuk perbuatan, tanpa disertai dengan peran akal, sehingga terkadang manusia tanpa disadari bersikap dan bertingkah laku untuk menuju pemenuhan fitrahnya. Seperti pada kasus yang terjadi pada “agama” animisme dan dinamisme, para pengikutnya bersifat dan bertingkah laku aneh dan irasionalisme (menyediakan sesajen) ketika memenui kebutuhan fitrahnya untuk bertuhan (beragama). Ini menjelaskan bahwa motif pertama yang dimiliki manusia adalah motif religius.
 Dalam kaitanya dengan itu, potensi dasar dapat mengambil wujud dorongan-dorongan naluriah di mana pada dasarnya manusia memiliki tiga dorongan nafsu pokok yang didalam hal ini biasa juga disebut naluri, yaitu:
a.      Dorongan naluri mempertahankan diri
Naluri mempertahankan diri ini terwujud secara biologis dalam wujud dorongan untuk mencari makanan jika lapar, menghindari diri dari bahaya, menjaga diri agar tetap sehat, mencari perlindungan untuk hidupnya agar aman dan sebagainya.
Dalam al-Qur’an terdapat ayat yang mengisyaratkan tentang naluri manusia untuk mempertahankan diri, diantaranya pertahanan diri dari rasa lapar, haus, kepanasan, kedinginan, kelelahan dan kesakitan. Seperti dalam Surat Toha ayat 118-119 yang artinya:
Sesungguhnya kamu (Adam) tidak akan lapar di dalamnya (surga) dan tidak akan telanjang. Dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga tidak (pula) akan ditimpa matahari di dalamnya”.
Pada ayat tersebut menggambarkan ketakutan pada Adam sekaligus jaminan Allah mengenai kehidupan surga dan jaminan perlindungan dari kelaparan dan mara bahaya. Hanya saja perlu sebuah fose proses untuk menempatkan diri seseorang dalam situasi yang tenang itu. Untuk itu dorongan mempertahankan diri bukanlah sebuah jaminan yang dilalui tanpa sebuah usaha.
b.      Dorongan naluri mengembangkan diri
Naluri mengmbangkan diri sendiri juga merupakan sebuah potensi dasar manusia sebagai bentukan senyawa unsur ruhyi dan jism. Dimensi yang statis dihiasi dimensi ruhyi melahirkan sinergi unsur yang berdinamika. Dinamika diri terarah pada usaha pengembangan diri yang terwujud dalam bentuk pencapain diri dalam aspek pengetahuan bahkan pada aktualisasi diri. Dorongan ingin tahu dan mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya. Pada manusia inilah yang menjadikan budaya manusia makin maju dan makin tinggi.
Dalam konsep Islam, pengembangan diri merupakan sikap dan perilaku yang sangat diistimewakan. Manusia yang mampu mengoptimalkan potensi dirinya, sehingga ia menjadi pakar dalam disiplin ilmu pengetahuan dijadikan kedudukan yang mulia di sisi Allah, seperti yang diungkapkan dalam al-Qur’an Surat al-Mujadilah ayat 11 yang artinya:
“Hai orang-orang beriman, apabila dikatakan kepadamu: “berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah maka niscaya  Allah akan memberikan kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
c.       Dorongan naluri diri mempertahankan jenis
Manusia ataupun hewan secara sadar maupun tidak sadar, selalu menjaga agar jenisnya ataupun keturunannya tetap berkembang dan hidup. Dorongan nafsu ini antara lain terjelma dalam adanya perjodohan dan perkawinan serta dorongan untuk memelihara dan mendidik anak-anak.
Seperti dalam Firman Allah Surat an-Nahl ayat 72 yang artinya:
“Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberi rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang batil dann mengingkari nikmat Allah?
Dengan adanya tiga naluri tersebut, maka setiap kebiasaan, tindakan dan sikap manusia yang diperbuatnya sehari-hari mendapat dorongan atau digerakkan oleh tiga naluri tersebut. Oleh karena itu, menurut teori naluri ini untuk bermotivasi seseorang harus berdasrkan naluri mana yang akan dituju dan perlu dikembangkan.
Misalnya, seorang pelajar terdorong untuk berkelahi karena dianggap bodoh di kelasnya (naluri mempertahankan diri). Agar pelajar tersebut tidak berkemang menjadi anak nakal yang suka berkelahi, perlu diberi motivasi, diantaranya dengan menciptakan situasi yang dapat mendorong anak itu menjadi rajin belajar sehingga dapat menyamai teman-teman sekelasnya (naluri mengembangkan diri).[9]


















BAB III
PENUTUP


Sumber atau rujukan yang benar, yaitu Al Quran dan Hadits shahih. Tentu saja, jika kita menggalinya lebih dalam menurut Al Quran dan Hadits akan menjadi pembahasan yang panjang. Yang akan saya tekan disini ialah, kita jangan menyerahkan pemahaman dari sumber yang tidak jelas tidak pasti. Pemahaman yang salah bisa mengubah kehidupan kita, bahkan kehidupan kita nanti di akhirat.
Pada intinya, arti hidup dalam Islam ialah ibadah. Keberadaan kita dunia ini tiada lain hanyalah untuk beribadah kepada Allah. Makna ibadah yang dimaksud tentu saja pengertian ibadah yang benar, bukan berarti hanya shalat, puasa, zakat, dan haji saja, tetapi ibadah dalam setiap aspek kehidupan kita.
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS Adz Dzaariyaat:56)
Ibadah… inilah arti hidup sesungguhnya.














DAFTAR PUSTAKA



Shaleh, Abdur Rahman. Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam. 2009. Jakarta: Prenada Media Group.
Mujib, Abdul & Mudzakir, Jusuf. Nuansa-Nuansa Psikologi Islam. 2002. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
http://erickyonanda.blogspot.com/2013/03/perkembangan-peserta-didik-motivasi.html


[1] Abdul Mujib, jusuf Mudzakir. Nuansa-Nuansa Psikologi Islam. 2002. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hlm. 243
[2] Ibid. Hlm. 244
[3] Abdur Rahman Shaleh. Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam. 2009. Jakarta: Prenada Media Group. Hlm. 183
[4]Abdur Rahman Shaleh. Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam. 2009. Jakarta: Prenada Media Group. Hlm. 190
[5] Abdul Mujib, jusuf Mudzakir. Nuansa-Nuansa Psikologi Islam. 2002. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hlm. 245
[6] Abdur Rahman Shaleh. Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam. 2009. Jakarta: Prenada Media Group. Hlm. 194
[7]Abdul Mujib, jusuf Mudzakir. Nuansa-Nuansa Psikologi Islam. 2002. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hlm. 248
[8]Abdul Mujib, jusuf Mudzakir. Nuansa-Nuansa Psikologi Islam. 2002. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hlm. 249
[9]Abdur Rahman Shaleh. Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam. 2009. Jakarta: Prenada Media Group. Hlm. 203 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar