Sabtu, 16 Maret 2013

Kajian Tauhid Rububiyah Secara Ilmiah


BAB I
PENDAHULUAN


Pembahasan mengenai Tauhid merupakan hal yang paling urgen dalam Agama Islam, dimana Tauhid mengambil peranan penting dalam membentuk pribadi-pribadi yang tangguh, selain juga sebagai inti atau akar daripada ‘Aqidah Islamiyah. Kalimat Tauhid atau lebih dikanal dengan kalimat Syahadat atau juga disebut Kalimah Thayyibah (Laailaahaillallah) begitu masyhur di kalangan umat Islam. Dalam kesehariannya, seorang muslim melafalkan kalimat tersebut dalam setiap shalat wajibnya yang lima waktu. 
Namun rupanya saat ini pembahasan masalah 'Aqidah menjadi sesuatu yang terkesampingkan dalam kehidupan, kencenderungan masyarakat yang hedonis dengan persaingan hidup yang begitu ketat, sehingga urusan-urusan dunia menjadi suatu hal yang menyita perhatian manusia daripada hal-hal lainnya, termasuk masalah keberagamaan, sehingga kita dapatkan banyak sekali penyimpangan demi penyimpangan yang terjadi di tengah-tengah umat Islam, dengan keadaan yang semakin hari semakin buruk ini rupanya lambat laun akan menyadarkan kita semua akan pentingnya peran agama Islam sebagai agama paripurna yang tidak mengatur urusan ukhrawi saja, namun juga dalam mengatur urusan-urusan duniawi, yang menjadikan 'aqidah sebagai landasan berfikirnya. 
Terlebih lagi bahwasanya pada akhir-akhir ini kerap terjadi berbagai macam bencana alam. Salah satunya yang masih segar dalam ingatan kita adalah terjadinya bencana banjir yang melanda berbagai wilayah di negeri ini. Bila kita mau merenung sejenak pastilah terdapat hal-hal positif yang bisa kita ambil dari adanya bencana tersebut. Tuhan berusaha menyapa diri kita agar kita senantiasa selalu ingat pada Nya.
Diharapkan penulisan makalah ini dapat menambah pengetahuan kita seputar Tauhid dan semoga akan menambah kualitas iman dan takwa kita kepada Allah SWT.



BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Tauhid
Kata Tauhid berasal dari bahasa Arab, masdar dari kata Wahhada,, yuwahhidu. Secara etimologis, tauhid berarti keesaan. Maksudnya, iktikad atau keyakinan bahwa Allah SWT adalah esa; Tunggal; Satu. Pengertian ini sejalan dengan pengertian Tauhid yang digunakan dalam bahasa Indonesia, yaitu “keesaan Allah”.[1]
Menurut Syekh Muhammad Abduh Tauhid adalah suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah, sifat-sifat yang wajib tetap pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan pada-Nya, dan tentang sifat-sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan pada-Nya. Juga membahas tentang rasul-rasul Allah, meyakinkan kerasulan mereka, apa yang boleh dihubungkan (dinisbatkan) kepada mereka, dan apa yang terlarang menghubungkanya kepada diri mereka.[2]
Husain Affandi al-Jasr mengatakan Tauhid adalah suatu ilmu yang membahas hal-hal yang menetapkan akidah dengan dalil-dalil yang meyakinkan.[3]
Prof. M. Thahir A. Muin memberikann definisi bahwasanya Tauhid ialah ilmu yang menyelidiki dan membahas soal yang wajib, mustahil, dan yang jaiz bagi Allah dan bagi sekalian utusan-utusan-Nya; juga mengupas dalil-dalil yang mungkin cocok dengan akal pikiran sebagai alat untuk membuktikan ada-Nya zat yang mewujudkan.[4]
Sedangkan dalam redaksi yang berbeda Ibnu Khaldun mengatakan bahwa Tauhid adalah suatu Ilmu yang berisi alasan-alasan dari akidah keimanan dengan dalil-dalil akliah dan berisi pula alasan-alasan bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng akidah salaf dan ahli sunnah.[5]
Disamping definisi-definisi di atas masih banyak definisi lain yang dikemukakan oleh para tokoh. Nampaknya, belum ada kesepakatan kata di antara mereka mengenai definisi ilmu tauhid ini. meskipun demikian, apabila kita simak apa yang tersurat dan tersirat dari definisi-definisi yang mereka berikan, masalah tauhid berkisar pada persoalan-persoalan yang berhubungan dengan Allah, rasul atau nabi dan hal-hal yang berkenaan dengan kehidupan manusia sesudah mati. Dengan kata lain, masalah yang dibahas di dalam ilmu tauhid meliputi mabda (persoalan yang berhubungan dengan Allah), wasitah (masalah yang berkaitan dengan perantara atau penghubung antara manusia dengan Allah) dan ma’ad (hal-hal yang berkenaan dengan hari yang akan datang atau kiamat).

B.     Manfaat dan Tujuan Belajar Tauhid
Tauhid tidak hanya sekedar diketahui dan dimiliki oleh seseorang, tetapi lebih dari itu, ia harus dihayati denga baik dan benar. Apabila tauhid telah dimiliki, dimengerti dan dihayati dengan baik dan benar kesadaran seseorang akan tugas dan kewajibannya sebagai hamba Allah akan muncul dengan sendirinya. Hal ini nampak dalam pelaksanaan ibadat, tinngkahh laku, sikap, perbuatan dan perkataannya sehari-hari.
Dengan demikian, kepercayaan atau akidah merupakan pokok dan landasan berpikir bagi umat Islam. Alam pikiran dilandasi akidah  akan menimbulkan cita-cita dan kemauan yang  pada gilirannya melahirkan aktifitas-aktifitas positif dalam kehidupan manusia yang bersangkutan.
Kalau tauhid Cuma diketahui, tapi tidak dimiliki dan dihayati ia hanya menghasilkan keahlian dalam seluk beluk ketuhanan namun tidak berpengaruh apa-apa terhadap seseorang tersebut. Dirinya akan berada di luar ketauhidan yang sebenarnya; bahkan mungkin ia berada di luar Islam seperti Prof. Snouck Hourgronje dan Carly. Keduanya ahli dalam soal tauhid, tetapi tidak beriman kepada Allah SWT. Sebaliknya, jika seseorang hanya memiliki jiwa tauhid, ia akan menjadi sangat fanatik; bahkan mungkin terlempar ke luar dari ketauhidan yang sebenarnya.
Dengan demikian, maksud dan tujuan tauhid bukanlah sekedar mengaku bbertauhid saja, tetapi lebih jauh dari itu, sebab tauhid mengandung sifat-sifat sebagai berikut :
1.      Sebagai sumber dan motivator perbuatan kebajikan dan keutamaan.
2.      Membimbing manusia ke jalan yang benar, sekaligus mendorong mereka untuk mengerjakan ibadat penuh keikhlasan.
3.      Mengeluarkan jiwa manusia dari kegelapan, kekacauan, dan kegoncangan hidup yang dapat menyesatkan.
4.      Mengantarkan  umat manusia kepada kesempurnaan lahir dan batin.[6]
Dengan demikian, tauhid sangat  bermanfaat bagi kehidupan umat manusia. Ia tidak hanya sekedar memberikan ketentraman batin dan menyelamatkan manusia dari kesesatan dan kemusyrikan, tetapi juga berpengaruh besar terhadap pembentukan sikap dan perilaku seseorang dalam kehidupan kesehariannya.
Apabila tauhid tertanam kua dalam jiwa seseorang, ia akan menjadi suatu kekuatan batin yang tangguh. Kekuatan itu akan  mmelahirkan sikap positif dalam realitas kehidupannya sehari-hari. Ia akan selalu optimis menghadapi masa depan, tidak takut akan apapun dan siapapun kecuali kepada Tuhan, selalu senang dan gembira sebab mereka dekat dengan Tuhan dan yakin Tuhan selalu bersamanya dalam setiap hal, rajin melakukan ibadah dan perbuatan baik, dan sikap-sikap positif lainnya tidak hanya bermanfaaat bagi dirinya sendiri, tetapi bahkan bermanfaat pula untuk masyarakat dan lingkunngannya.[7]

C.    Tauhid Sebagai Akidah dan Filsafah Hidup
Sebelum kita meninjau lebih dalam lagi tentang tauhid sebagai dasar filsafah dalam hidup sebagai akidah tentunya, terlebih dahulu hendaknya kita mengenal tauhid rububiyah. Apa itu Tauhid Rububiyah?. Mengenai tauhid rububiyah ini firman Allah mengatakan :
"Allah yang Meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas Arasy. Dia Menundukkan matahari dan Bulan; masing-masing beredar menurut waktu yang telah ditentukan. Dia Mengatur urusan (makhluk-Nya), dan menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), agar kamu yakin akan pertemuan dengan Tuhanmu". (TQS. Ar-Ra'd)[8]
Rububiyah adalah kata yang dinisbatkan kepada salah satu nama Allah SWT, yaitu ‘Rabb’. Nama ini mempunyai beberapa arti, antara lain: al-Murabbi (pemelihara), al-Nashir (penolong), al-Malik (pemilik), al-Mushlih (yang memperbaiki), al-Sayyid (tuan) dan al-Wali (wali). Dan dalam terminologi syariat Islam, istilah Tauhid Rububiyah berarti: “Percaya bahwa hanya Allah-lah satu-satunya Pencipta, Pemilik, pengendali alam raya yang dengan takdir-Nya Ia menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam dengan sunnah-sunnah-Nya.”[9]
Ilmu tauhid secara garis besar adalah ilmu yang mempelajari bagaimana bertauhid dengan baik dan benar sesuai dengan petunjuk al-Quran dan hadist. Jalan yang paling aman dan dekat untuk mengennal Tuhan adalah dengan memperhaikan dan meneliti alam semesta. Al-Qur’an selalu mendorong manusia agar mau memperhatikan dan memikirkan apa yang ada dan terjadi dalam alam raya ini, bukan saja alam yang berada di luar dirinya, tapi juga apa yang ada dalam diri manusia itu sendiri. Di samping dorongan untuk memperhatikan alam, al-Qur’an juga mendorong manusia agar menggunakan akalnya secara maksimal untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan mengenal Tuhan dengan baik dan benar.
Allah menginformasikan bahwa apa saja yang berada dalam alam semesta ini adalah tanda keberadaan, kekuasaan dan keagungan Allah SWT. Dalam surat al-Baqarah ayat 164 Allah berfirman yang artinya :
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya siang dan malam, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang diturunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia menghidupkan bumi sesudah mati (kering)nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sesungguhnya (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi orang-orang yang memikirkannya”.[10]
Meskipun akal mendapat kedudukan yang tinggi dalam Islam dan al-Qur’an sangat mendorong manusia mempergunakan akalnya, namun kemampuan akal itu terbatas. Dalam hal mengenal Tuhan, akal manusia hanya sampai pada batas mengetahui bahwa zat Tuhan itu ada. Tapi apa, siapa dan bagaimana zat Tuhan tersebut tidak mampu dijangkau oleh akal. Untuk itu diperlukan wahyu yang menjelaskannya. Akal manusia tidak akan sampai pada puncak keyakinan yang sebenarnya tanpa diantar oleh wahyu. Karena itulah, Rasulullah SAW memerintahkan kaum muslimin memikirkan makhluk Allah, dan melarang mereka memikirkan zat Allah sesungguhnya, seperti hadist nabi yang artinya :
“Berpikirlah kamu tentang makhluk (ciptaan) Allah dan janganlah kamu berpikir tentang zat Allah sebab kamu tidak akan dapat mencapai hakikatnya”.
Dengan demikian, masalah bentuk dan wujud Tuhan bukanlah lokasi pembicaraan rasio, tapi merupakan bagian dari rasa keagamaan. Lokasi pembicaraan  rasio hanya terbatas pada alam semesta yang memang dapat dijangkau oleh rasio tersebut. Kalau rasio manusia ditunnjukan kepada bentuk wujud Allah, ia akan menemui jalan buntu. Bentuk dan wujud Tuhan bukan untuk dibicarakan, tapi untuk dihayatti dan diimani.[11]

Kehidupan manusia punya hubungan dan erat dan langsung dengan air. Materi ini merupakan sumber kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Sepanjang sejarah, air menjadi faktor penting dalam membentuk cara hidup manusia, pengembangan teknologi, bahaa dan budaya. Di mana saja ada air, maka sudah pasti di sana ada desa dan kota, bahkan sebagian peradaban besar manusia diberi nama sesuai dengan sumber air, seperti Nil, Sindh, Tigris dan Furat. Ayat-ayat al-Quran dan Hadis banyak menekankan pentingnya air sebagai sumber kehidupan manusia.
Allah Swt dalam ayat ke-30 surat al-Anbiya berfirman, "... Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup …" Secara transparan Allah dalam ayat ini menyebut air sebagai sumber kehidupan. Dari ayat ini menurut penjelasan banyak riwayat dan tafsirnya dapat dipahami bahwa air menjadi tiang dan pokok bagi penciptaan ilahi. Air adalah ibu bagi segala fenomena alam. Dari ayat-ayat lain dengan jelas dapat dimengerti betapa Allah menisbatkan air untuk segala bentuk kehidupan dan keberadaan. Artinya, tanpa air kehidupan tidak akan bermakna.
Dalam banyak kasus penciptaan alam, ayat-ayat al-Quran menjelaskan penciptaan manusia, hewan, berkembangnya buah, rumput dan tanaman di dunia berasal dari air. Tampaknya bila menyelami lebih jauh ayat-ayat al-Quran hanya satu yang dapat disimpulkan bahwa air merupakan ciptaan Allah yang sangat bernilai setelah manusia. Setiap kehidupan sumbernya pasti berasal dari air yang menjadi nikmat dan anugerah Allah. Air memberikan kehidupan dan juga melindunginya. Bahkan air mensucikan segalanya.
Bila dicermati secara seksama, ayat-ayat al-Quran mengajak manusia agar meneliti lebih dalam akan nilai materi sumber kehidupan ini. Allah Swt dalam surat al-Waqi'ah ayat 68 berfirman, "Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum." Fenomena ucapan tasbih dari makhluk Allah merupakan satu hal penting yang dapat mengajak manusia memikirkan segala ciptaan-Nya. Allah Swt berfirman, "Semua yang ada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah." Apakah sampai saat ini kita pernah bertanya kepada diri sendiri, apa makna dari tasbih dari makhluk ciptaan Allah ini? Makna dari tasbih mereka adalah seluruh alam semesta, tanpa kecuali, memiliki pengetahuan, pemahaman dan perasaan. Air juga demikian, bertasbih kepada Allah.
Profesor Masaru Emoto, peneliti Jepang dengan publikasi hasil penelitiannya berhasil membuktikan molekul air ternyata dapat dipengaruhi oleh pengertian-pengertian yang dibuat manusia. Teorinya tentang pengaruh ini diakui oleh lembaga-lembaga sains, fisika dan biologi. Profesor Emoto mengkaji banyak sampel dari air yang membentuk kristal dan membandingkan satu dengan lainnya. Eksperimen yang dilakukannya menggunakan sekitar 10 ribu sampel yang berhasil dikumpulkannya dan dipublikasikan dalam tiga jilid buku dengan judul "The Messages from Water". Ia percaya kondisi lingkungan mempengaruhi kombinasi molekul air.[12]
Sesuai dengan apa yang ditulis Dr. Emoto dalam bukunya, air merupakan materi yang paling mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Bukan hanya bentuk fisiknya saja, tapi juga bentuk molekulnya dapat berubah sesuai dengan lingkungannya. Energi yang dikeluarkan oleh manusia dari badannya, pikiran, musik bahkan doa dapat mempengaruhi bentuk molekul air. Sebagai contoh, Masaru Emoto mengatakan kepada air, "Aku menyukaimu", lalu membekukannya. Setelah itu ia melihat molekul air tadi di bawah mikroskop, ternyata molekul air itu berbentuk kristal heksagonal yang indah. Setelah itu ia mengatakan, "Aku tidak menyukaimu", molekul air tidak berbentuk kristal, bahkan gambarnya buruk sekali.[13]
Masaru Emoto akhirnya memahami perbedaan struktur kristal air yang didapat dari pelbagai sumber yang berbeda. Air dari sumber mata air atau yang mengalir memiliki struktur kristal yang indah. Sementara air yang terdapat di kawasan padat dan industri atau tergenang, struktur kristalnya tidak teratur. Oleh karenanya, air yang tergenang jelek karena diamnya. Terlebih lagi keberadaan alam tidak harmonis dengan diam dan ketergenangan. Emoto juga sampai pada kesimpulan bahwa air yang baru diambil dari sumber atau dari pegunungan struktur molekulnya sangat indah. Hal itu dikarenakan air tersebut belum terkontaminasi dengan pemikiran negatif manusia.
Hasil penelitan ilmuwan Jepang ini membuat kita teringat ayat al-Quran yang melarang manusia berpikiran negatif. Dalam surat al-Hujurat ayat 13 Allah Swt berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa ...".
Penemuan menarik lainnya terkait struktur molekul air adalah pengaruh doa terhadap air. Profesor Emoto menyimpulkan bahwa doa membuat segala sesuatu menjadi indah dan air termasuk di dalamnya. Dikatakannya, kalimat "Bismillahirrahmanirrahim" yang ada dalam al-Quran dan sering diucapkan oleh umat Islam dalam memulai pekerjaan dan makan memberikan pengaruh yang indah dalam struktur molekul air. Ketika kita mengucapkan basmalah, akan terjadi perubahan yang indah dan ajaib pada kristal air. Dengan mencermati hal ini, memahami aturan Islam agar mengucapkan basmalah saat meminum air menjadi sangat mudah.[14]
Apa yang dilakukan oleh Masaru Emoto dalam penelitiannya pada hakikatnya harus mampu mengubah cara pandang kita akan diri, lingkungan dan alam tempat kita tinggal. Poin penting dan berharga dalam eksperimen yang dilakukannya adalah bentuk molekul air yang tidak indah ternyata dapat kembali pada kondisi pertamanya yang indah. Sekaitan dengan manusia, Islam juga menekankan bahwa dengan bertaubat, manusia dapat kembali kepada Allah dalam keadaan yang indah. Taubat dapat memusnahkan pengaruh keburukan dan juga dosa. Allah Swt dalam al-Quran ayat 222 surat al-Baqarah berfirman, "... Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri."
Profesor Emoto mengatakan, "Air punya pesan penting kepada manusia. Kepada kita air berkata, pandanglah diri kita lebih dalam lagi." Air dapat memahami kebaikan, keindahan dan keburukan. Air dapat merasakan doa dan sangat tersiksa bila dicerca. Air bukan saja mampu membedakan perilaku baik dan buruk, tapi juga dapat memilah pemikiran positif dari negatif. Air secara cerdas mampu mereaksi segala sesuatu. Apakah kita juga seperti air mereaksi negatif keburukan yang ada dalam diri kita, dan berusaha mempekuat dimensi kesucian dan keindahan?
Ketika kita menyebarkan energi positif kepada air yang berdampak reaksi positif air, ternyata pengaruh positif itu kembali pada diri kita. Prinsip ini tidak hanya berlaku pada air. Bila kita mengalirkan energi positif kepada alam dan mereka menerima itu, pada saat yang sama kita juga akan merasakan manfaat positifnya. Oleh karenanya, sejak sekarang kita dapat memulai dengan mengucapkan nama pencipta alam semesta sebelum meminum air. Sebuah ucapan syukur atas nikmat yang dianugerahkan Allah kepada kita. Mensyukuri nikmat yang berdampak positif pada air yang akan kita minum pada gilirannya membuat kita melihat dunia dengan pikiran positif. Tentu saja meminum air dengan cara ini lebih nikmat ketimbang minum air seperti biasa saja.












BAB III
PENUTUP


Tuhan menciptakan air sebelum menciptakan kehidupan. Karena dari airlah, Dia menciptakan kehidupan. Ketika para ahli astrobiologi mencari kehidupan di planet selain bumi, maka yang terlebih dahulu adalah eksistensi air di planet tersebut. Karena diyakini, jika air dalam bentuk cair eksis di suatu planet, maka kemungkinan kehidupan besar akan hadir.
Meskipun air merupakan cikal bakal atau bahan dasar kehidupan, dia sendiri bukanlah makhluk hidup. Dia bisa diciptakan melalui reaksi kimia di dalam laboratorium. Sedangkan kehidupan tidak pernah terciptakan lewat proses laboratorium. Para ahli biologi mempelajari kehidupan, namun mereka tidak pernah menciptakan kehidupan.
Dan pada akhirnya kita bisa merenung bahwasanya air itu memang sangat penting dalam kehidupan. Kepentingannya terletak pada bagaimana kita menjaga dan melestarikannya. Bukan mengeksploitasi untuk kepentingan pribadi dengan dasar yang mengada-ada dan sama sekali tidak ilmiah. Kerena sekali lagi, Air adalah key of life.









DAFTAR PUSTAKA


Asmuni, Yusran., Ilmu Tauhid, PT. Raja Grafindo, Jakarta : 1993
Bakar, Usman., Tauhid dan Sains, Pustaka Hidayah, Bandung : 1994
Haryadi, Yoroshii dan Karni, Azaki., The Untrue Power of Water, Fakta dan Mitos Temuan Masaru Emoto, PT. Mizan Publika, Jakarta : 2007


[1] Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta: 1989. Hlm 907-908
[2] Yusran Asmuni, Ilmu Tauhhid, PT. Grafindo Persada, Jakarta : 1993. Hlm. 1-2
[3] Ibid
[4] Ibid
 [5] Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, PT. Grafido Persada, Jakarta: 1993. Hlm. 2
[6] Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, PT. Grafido Persada, Jakarta: 1993. Hlm. 7
[7]Ibid.  
[10] Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, PT. Grafido Persada, Jakarta: 1993. Hlm. 30
[11] Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, PT. Grafido Persada, Jakarta: 1993. Hlm. 31
[12] Yoroshi H & Azaki K, The Power of Water, Fakta dan Mitos Masaru Emoto, PT. Mizan Publika, Jakarta: 2007
[13] Yoroshi H & Azaki K, The Power of Water, Fakta dan Mitos Masaru Emoto, PT. Mizan Publika, Jakarta: 2007
[14] Ibid.

1 komentar: